Pada umumnya, “
kesulitan belajar” merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai suatu tujuan, sehingga memerlukan usaha yang lebih keras untuk dapat mengatasinya. Prayitno, dalam buku Bahan Pelatihan Bimbingan dan Konseling (Dari “Pola Tidak Jelas ke Pola Tujuh Belas”)
Materi Layanan Pembelajaran, Depdikbud menjelaskan:
Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam
proses belajar mengajar yang ditandai dengan adanya hambatan- hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Hambatan- hambatan tersebut mungkin dirasakan atau mungkin tidak dirasakan oleh siswa yang bersangkutan. Jenis hambatan ini dapat bersifat psikologis, sosiologis dan fisiologis dalam keseluruhan
proses belajar mengajar.
Dapat dikatakan bahwa siswa yang mengalami
kesulitan belajar akan mengalami
hambatan dalam proses mencapai hasil belajarnya, sehingga prestasi yang dicapainya berada dibawah yang semestinya. Alan O. Ross, mengatakan “A learning difficultyrepresente a discrepancy between a chill’s estimated academic potentialand his actual level of academic performance”.
Selanjutnya, bila dikembangkan pemahaman konsep
kesulitan belajar maka pengertian
kesulitan belajar mempunyai suatu pengertian yang sangat luas dan mendalam, termasuk pengertian-pengertian: “learning disorder”, “learning disabilities”, “learning disfunction”, “underachiever”, dan “slow learners”.
Dari kesulitan-
kesulitan belajar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: Learning disorder atau
kekacauan belajar adalah keadaan di mana
proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Learning disabilities atau ketidakmampuan belajar adalah mengacu kepada gejala dimana anak tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar yang dicapai berada di bawah potensi intelektualnya. Learning disfunction, mengacu kepada gejala dimana
proses belajar tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya anak tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan-gangguan psikologis lainnya.
Underachiever, adalah mengacu kepada anak-anak yang memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong diatas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Kemudian, slow learner (lambat belajar) adalah anak-anak yang lambat dalam
proses belajarnya, sehingga anak tersebut membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan sekelompok anak lain yang memiliki taraf intelektual yang sama. Individu yang tergolong dalam pengertian-pengertian tersebut di atas, akan mengalami
kesulitan belajar yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam
proses belajarnya.
Kesulitan belajar, pada dasarnya merupakan suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis manifestasi tingkah lakunya. Gejala
kesulitan belajar akan dimanifestasikan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam berbagai bentuk tingkah laku. Sesuai dengan pengertian
kesulitan belajar di atas, tingkah laku yang dimanifestasikannya ditandai dengan adanya hambatan-hambatan tertentu. Gejala ini akan nampak dalam aspek-aspek motoris, kognitif, konatif dan afektif, baik dalam proses maupun hasil belajar yang dicapainya.
Beberapa
ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan manifestasi gejala
kesulitan belajar, antara lain:
a Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
b Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.
Mungkin ada siswa yang selalu berusaha untuk belajar dengan giat, tapi nilainya yang dicapainya selalu rendah.
c Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar. Ia selalu tertinggal dari kawan-kawannya dalam menyelesaikan tugas-tugas sesuai dengan waktu yang tersedia.
d Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
e Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, mengasingkan diri, tersisihkan, tidak mau bekerja sama, dan sebagainya.
f Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu.
Sejalan dengan apa yang dikemukakan diatas Burton mengidentifikasikan seseorang siswa itu dapat dipandang atau dapat diduga sebagai mengalami
kesulitan belajar, apabila yang bersangkutan menunjukkan kegagalan (failure)tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Oleh karena itu,
Burton mendefinisikan
kegagalan belajar, sebagai berikut:
1. Siswa dikatakan gagal, apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan (mastery level), minimal dalam pelajaran tertentu seperti yang telah ditetapkan oleh orang dewasa atau guru (criterion referenced).
2. Siswa dikatakan gagal, apabila yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya (berdasarkan ukuran tingkat kemampuannya, inteligensi, bakat), ia diramalkan (predicted) akan dapat mengerjakannya atau mencapai prestasi tersebut.
3. Siswa dikatakan gagal, apabila yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial, sesuai dengan pola organismiknya (his organismic pattern) pada fase perkembangan tertentu seperti yang berlaku bagi kelompok sosial dan usia yang bersangkutan (norm referenced).
4. Siswa dikatakan gagal, apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat (prerequisiti) bagi kelanjutan (continuity) pada tingkat pelajaran berikutnya.
Dengan demikian dari empat pengertian kesulitan belajar atau
kegagalan belajar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seorang siswa dapat diduga sebagai mengalami kesulitan belajar, apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi hasil belajar tertentu dan dalam batas-batas tertentu.
Share this :
0 Komentar
Penulisan markup di komentar