Dewasa ini diharapkan sektor pariwisata dapat berkembang dengan baik dan optimal, sudah barang tentu perlu didukung oleh berbagai faktor atau komponen yang secara langsung maupun tidak berkaitan dengan aktivitas kepariwisataan. Misalnya, kondisi objek wisata, fasilitas-fasilitas sosial di objek wisata, kemudahan transportasi untuk pencapaian ke objek wisata, keamanan dan ketertiban di objek wisata, dan kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan sektor pariwisata.
Objek wisata yang baik adalah berbagai objek wisata yang menarik dan memiliki ciri khas, serta didukung oleh fasilitas-failitas sosial yang memadai. Fasilitas-fasilitas sosial yang dibutuhkan pada objek wisata antara lain sebagai berikut.
1) Penginapan yang memadai serta terjangkau oleh berbagai lapisan masyarakat dengan latar belakang sosial ekonomi yang berbeda;
2) Fasilitas olah raga dan sarana ibadah yang layak.
3) Fasilitas pemandu wisata, yang senantiasa siap untuk mengantar dan memberikan penjelasan kepada para wisatawan.
4) Keamanan dan kenyamanan para wisatawan senantiasa terjaga.
5) Terdapatnya areal penjualan cinderamata (souvenir), baik berupa barang-barang maupun makanan khas yang dapat dibeli untuk oleh-oleh wisatawan.
6) Keramahan penduduk yang tinggal di sekitar objek wisata. Prasarana transportasi darat terdiri atas jalur kereta api,danjalan raya.
Berdasarkan keterhubungannya jalur jalan raya dibedakan menjadi:
· jalan negara, yaitu jalan yang menghubungkan antar ibukota provinsi;
· jalan provinsi, yaitu jalan yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten atau kota;
· jalan kabupaten atau kota, yaitu jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten atau kota dengan ibukota kecamatan;
· jalan desa, yaitu jalan yang menghubungkan ibukota kecamatan dengan desa-desa di sekitarnya. Adapun sarana transportasi darat dapat berupa kendaraan roda empat, roda dua, atau kereta api.
Prasarana transportasi air bisa memanfaatkan sumber daya sungai, danau, dan laut. Sungai sungai yang biasa dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas antara lain sungai-sungai besar di Sumatra, Kalimantan, dan Papua, seperti Sungai Musi, Batanghari, Indragiri, 3. Karyawisata Mahakam, Kapuas, Barito, dan Membramo. Adapun pelayaran laut terdiri atas pelayaran lokal (antarpelabuhan dalam satu wilayah), interinsuler (antarpulau), dan pelayaran samudra. Untuk menghubungkan daerah-daerah terpencil dan sulit dijangkau, kita dapat memanfaatkan pelayaran perintis. Jenis sarana transportasi perairan yang bisa kita jumpai antara lain menggunakan kapal ferry, Pelni (pelayaran nasional Indonesia), kapal penyebrangan lokal yang dikelola oleh masyarakat setempat.
Sarana transportasi yang paling cepat dan nyaman adalah jalur udara, namun biaya atau ongkosnya jauh relatif mahal. Beberapa perusahaan nasional yang melayani jalur penerbangan antara lain Garuda, Merpati, Mandala, Bouraq, dan Batavia Air.
Bahan Tambang Timah Putih
Timah putih merupakan salah satu mineral logam yang penting bagi Indonesia. Negara kita adalah salah satu penghasil timah terbesar di samping Malaysia. Perusahaan negara yang mengelola pertambangan logam ini adalah PT Timah. Berdasarkan proses pembentukannya, endapan timah dibedakan menjadi dua, yaitu endapan primer (placer), dan endapan sekunder (secondary enrichment). Endapan primer adalah endapan bahan galian mineral yang langsung terbentuk dari aktivitas magma dalam litosfer, sedangkan endapan sekunder adalah jenis endapan bahan galian sebagai akibat proses pengikisan, pengangkutan ke wilayah lain, pengendapan atau sedimentasi di tempat yang baru. Endapan primer mineral timah Indonesia terjadi pada zaman Mesozoikum sekitar 150 juta tahun yang lampau. Pada masa itu keluar magma panas yang mengandung logam timah di Semenanjung Malaysia dan sekitarnya termasuk Pulau Bangka. Setelah batuan tersebut membeku dan mengendap maka terbentuklah endapan timah primer. Akibat proses pengikisan, pengangkutan, dan sedimentasi, terbentuk endapan timah baru di lokasi lain, yang dikenal dengan endapan sekunder. Kawasan endapan sekunder timah Indonesia adalah di Pulau Belitung dan Singkep. Beberapa kegunaan timah putih, antara lain sebagai bahan campuran pembuatan kaleng, tube, pipa saluran air, alat pembungkus (kemasan), dan sebagai media penyambung logam (mematri logam).
Pengertian, Makna dan Sifat Geostrategi Indonesia
Setiap bangsa dan negara membutuhkan strategi dalam memanfaatkan wilayah negara sebagai ruang hidup nasional untuk menentukan kebijakan,sarana dan sasaran perwujudan kepentingan dan tujuan nasional melalui pembangunan sehingga bangsa itu tetap eksis dalam arti ideologis, politis, ekonomis, sosial budaya dan Hankam. Karena itu, diperlukan geostrategi dalam pengelolaan suatu negara. Geostartegi merupakan strategi dalam memanfaatkan konstelasi geografi negara untuk menentukan kebijakan, tujuan, sarana-sarana untuk mencapai tujuan nasional.Geostrategi dapat pula dikatakan sebagai pemanfaatan kondisi lingkungan dalam upaya mewujudkan tujuan politik.
Dari pengertian tersebut, kita dapat memaknai geostrategi Indonesia sebagai strategi nasional bangsa Indonesia dalam memanfaatkan wilayah negara republik Indonesia sebagai ruang hidup nasional guna merancang arahan tentang kebijakan, sarana dan sasaran pembangunan untuk mencapai kepentingan dan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dengan demikian, geostrategi Indonesia memberi arahan tentang bagaimana merancang strategi pembangunan guna mewujudkan masa depan yang lebih baik, aman dan sejahtera. Geostrataegi Indonesia dirumuskan dalam wujud Konsepsi “Ketahanan Nasional”. Dilihat dari perkembangannya, konsep geostrategi Indonesia dikembangkan pertama kali oleh Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung tahun 1962. Isi konsep geostrategi Indonesia yang terumus adalah pentingnya pengkajian terhadap perkembangan lingkungan strategis di kawasan Indonesia yang ditandai dengan meluasnya pengaruh komunis. Geostrategi Indonesia pada waktu itu dimaknai sebagai strategi untuk mengembangkan dan membangun kemampuan teritorial dan kemampuan gerilya untuk menghadapi ancaman komunis di Indocina.
Pada tahun 1965-an Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas) mengembangkan konsep geostrategi Indonesia yang lebih maju dengan rumusan sebagai berikut: bahwa geostrategi Indonesia harus berupa sebuah konsep strategi untuk mengembangkan keuletan dan daya tahan, pengembangan kekuatan nasional untuk menghadapi dan menangkal ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik bersifat internal maupun eksternal. Sejak tahun 1972, Lemhannas terus melakukan pengkajian tentang geostrategi Indonesia yang lebih sesuai dengan konstelasi Indonesia. Pada era itu konsepsi geostrategi Indonesia dibatasi sebagai metode untuk mengembangkan potensi ketahanan nasional dengan pendekatan keamanan dan kesejahteraan guna menjaga identitas kelangsungan serta integritas nasional sehingga tujuan nasional dapat tercapai. Dan terhitung mulai tahun 1974, geostrategi Indonesia ditegaskan wujudnya dalam bentuk rumusan ketahanan nasional sebagai kondisi, metode, dan doktrin dalam pembangunan nasional.
Pengembangan konsep geostrategi Indonesia memiliki dua tujuan utama. Pertama, menyusun dan mengembangkan potensi kekuatan nasional baik yang berbasis pada aspek ideologi, politik, sosial budaya dan hankam mupun aspek- aspek alamiah, bagi upaya kelestarian dan eksistensi hidup negara dan bangsa untuk mewujudkan cita-cita Proklamsi dan tujuan nasional. Kedua, menunjang tugas pokok pemerintahan Indonesia dalam: a) menegakkan hukum dan ketertiban (law and order); b) terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran (welfare and prosperity); c) terselenggaranya pertahanan dan keamanan (defense and prosperity); d) terwujudnya keadilan hukum dan keadilan sosial (yuridical justice and social justice); dan e) tersedianya kesempatan rakyat untuk mengaktualisasikan diri (freedom of the people).
Geostrategi Indonesia ini memiliki dua sifat pokok. Pertama, bersifat daya tangkal, yaitu ditujukan untuk menangkal segala bentuk ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan terhadap identitas, integritas, eksistensi bangsa dan negara Indonesia. Kedua, bersifat pengembangan (developmental), yaitu pengembangan potensi kekuatan bangsa dalam ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hankam sehingga tercapai kesejaheraan rakyat.
Fase Awal Perubahan UUD 1945
Tuntutan reformasi yang menghendaki agar UUD 1945 diamandemen, sebenarnya telah diawali dalam Sidang Istimewa MPR tahun 1998. Pada forum permusyawaratan MPR yang pertama kalinya diselenggarakan pada era reformasi, MPR telah menerbitkan tiga ketetapan MPR. Ketetapan itu memang tidak secara langsung mengubah UUD 1945, tetapi telah menyentuh muatan UUD 1945.
Pertama, Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum. Ketetapan MPR tenang Referendum itu menetapkan bahwa sebelum dilakukan perubahan terhadap UUD 1945 harus dilakukan referendum nasional untuk meminta pendapat rakyat yang disertai dengan persyaratan yang demikian sulit.
Kedua, Ketetapan MPR Nomor XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Ketentuan Pasal 1 dari Ketetapan itu berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia memegang jabatan selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”.
Ketentuan MPR yang membatasi masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden itu secara substansial sesungguhnya telah mengubah UUD 1945, yaitu mengubah ketentuan Pasal 7 yang berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali”.
Ketiga, Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Terbitnya Ketetapan itu juga dapat dilihat sebagai penyempurnaan ketentuan mengenai hak asasi manusia yang terdapat dalam UUD 1945, seperti Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29 Ayat (2).
Berdasarkan uraian tersebut, tampak bahwa ketiga Ketetapan MPR itu secara substansial telah mengubah UUD 1945. Perubahan yang dilakukan berkenaan dengan pencabutan ketentuan tentang referendum, pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden, dan penyempurnaan ketentuan mengenai HAM. Itulah sebabnya bahwa ketentuan yang ditetapkan dalam Ketetapan MPR itu dipandang sebagai awal perubahan UUD 1945.
Perubahan UUD 1945 dilakukan sesuai dengan peraturan dan melalui beberapa tingkatan pembicaraan. Proses perubahan UUD 1945 mengikuti ketentuan Pasal 92 Peraturan Tata Tertib MPR mengenai tingkat-tingkat pembicaraan dalam membahas dan mengambil putusan terhadap materi sidang MPR.
Tingkat-tingkat pembicaraan sebagaimana tercantum dalam ketentuan pasal tersebut adalah sebagai berikut:
• Tingkat I Pembahasan oleh Badan Pekerja Majelis terhadap bahan-bahan yang masuk dan hasil dari pembahasan tersebut merupakan rancangan putusan majelis sebagai bahan pokok Pembicaraan Tingkat II.
• Tingkat II Pembahasan oleh Rapat Paripurna Majelis yang didahului oleh penjelasan Pimpinan dan dilanjutkan dengan Pemandangan Umum Fraksi-fraksi.
• Tingkat III Pembahasan oleh Komisi/Panitia Ad Hoc Majelis terhadap semua hasil Pembicaran Tingkat I dan II. Hasil pembahasan pada Tingkat III ini merupakan rancangan putusan Majelis.
• Tingkat IV Pengambilan putusan oleh Rapat Paripurna Majelis setelah mendengar laporan dari inginan Komisi/Panitia Ad Hoc Majelis dan bilamana perlu dengan kata akhir dari fraksi-fraksi.
Pengendalian proses operasi
Dalam proses pengendalian operasi terdapat beberapa alat/cara/metode yang dapat digunakan meliputi :
1) Pelatihan karyawan
Merupakan pelatihan yang diberikan agar para karyawan dapat bekerja lebih baik lagi dalam memberikan kepuasan bagi pelanggan (customer oriented). Hubungan perusahaan dengan pelanggan yang terjalin baik tidak muncul begitu saja secara otomatis tetapi memerlukan pelayanan prima dari segenap bagian organisasi.
2) Lean production system
Yaitu sistem produksi yang didesain untuk aliran proses produksi yang menghindarkan terjadinya inefisiensi, menghilangkan persediaan yang tidak perlu dansecara terus- menerus meningkatkan proses produksi. Salah satu tipe lean system adalah Just in Time Operations yaitu metode produksi yang mengumpulkan keseluruhan bahan dan komponen yang diperlukan di setiap tahap produksi pada waktu yang tepat saat dibutuhkan.
3) Material Requirements Planning
Yaitu metode pengendalian produksi dengan memanfaatkan bill of materials sehingga dapat menjamin bahwa jumlah bahan yang tepat telah dikirim ke tempat yang tepat pada waktu yang tepat pula. Bill of materials sendiri dapat dikatakan seperti sebuah resep untuk produk jadi. Di sini dispesifikasikan rincian bahan-bahan dari suatu produk (bahan mentah maupun komponen), urutan kombinasi bahan dan berapa jumlah bahan yang diperlukan untuk membuat satu batch produk. Selain itu juga terdapat Material Resource Planning,yang disebut dengan MRP II merupakan kelanjutan dari MRP yang mengumpulkan seluruh bagian dari organisasi ke dalam kegiatan produksi perusahaan. Misalnya: jadwal persediaan dan produksi MRP diterjemahkan menjadi kebutuhan biaya untuk departemen keuangan dan kebutuhan personalia untuk departemen sumber daya manusia sedangkan informasi mengenai ketersediaan kapasitas untuk pesananan konsumen barulah diberikan kepada departemen pemasaran.
4) Pengendalian mutu/ kualitas
Bahwa proses operasi yang digunakan untuk memproduksi barang atau jasaharus dapat memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan.
Pasal-Pasal Gagasan Hak Asasi Manusia dalam (HAM) UUD 1945
UUD 1945 sebelum diubah dengan Perubahan Kedua pada tahun 2000, hanya memuat sedikit ketentuan yang dapat dikaitkan dengan pengertian HAM. Pasal- pasal yang biasa dinisbatkan dengan pengertian HAM itu adalah:
Pasal 27 Ayat (1) yang berbunyi, ‟Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya‟;
Pasal 27 Ayat (2) yang berbunyi, „Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan‟;
Pasal 28 yang berbunyi, „Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang‟;
Pasal 29 Ayat (2) yang berbunyi, „Negara menjamin kemerdekaan tiap- tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu‟;
Pasal 30 Ayat (1) yang berbunyi, „Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut sertta dalam usaha pembelaan negara‟;
Pasal 31 Ayat (1) yang berbunyi, „Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran‟;
Pasal 34 yang berbunyi, „Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar diperlihara oleh negara‟.
Namun, menurut Asshiddiqie (2008) jika diperhatikan dengan sungguh- sungguh, hanya 1 ketentuan saja yang memang benar-benar memberikan jaminan konstitusional atas HAM, yaitu Pasal 29 Ayat (2) yang menyatakan, „Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu‟. Sedangkan ketentuan-ketentuan yang lain, sama sekali bukanlah rumusan tentang HAM, melainkan hanya ketentuan mengenai hak warga negara atau the citizens‟ rights atau biasa juga disebut the citizens‟ constitutional rights. Apa bedanya? Hak konstitusional warga negara hanya berlaku bagi orang yang berstatus sebagai warga negara, sedangkan bagi orang asing tidak dijamin. Satu-satunya yang berlaku bagi tiap-tiap penduduk, tanpa membedakan status kewarganegaraannya adalah Pasal 29 Ayat (2) tersebut. Selain itu, Asshiddiqie (2008) juga menjelaskan bahwa ketentuan Pasal 28 dapat dikatakan memang terkait dengan ide HAM. Akan tetapi, Pasal 28 UUD 1945 belum memberikan jaminan konstitusional secara langsung dan tegas mengenai adanya „kemerdekaan berserikat dan berkumpul, serta kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan‟ bagi setiap orang, Pasal 28 hanya menentukan bahwa hal ikhwal mengenai kemerdekaan berserikat dan berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan itu masih akan diatur lebih lanjut dan jaminan mengenai hal itu masih akan ditetapkan dengan undang-undang.
Sementara itu, lima ketentuan lainnya, yaitu Pasal 27 Ayat (1) dan (2), Pasal 30 Ayat (1), Pasal 31 Ayat (1), dan Pasal 34, semuanya berkenaan dengan hak konstitusional warga negara Republik Indonesia, yang tidak berlaku bagi warga negara asing. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa yang sungguh- sungguh berkaitan dengan ketentuan HAM hanya satu saja, yaitu Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945.
Monitoring dan Evaluasi pembinaan karakter kesiswaan
Monitoring merupakan serangkaian kegiatan untuk memantau proses pelaksanaan program pembinaan pendidikan karakter. Fokus kegiatan monitoring adalah pada kesesuaian proses pelaksanaan program pendidikan karakter berdasarkan tahapan atau prosedur yang telah ditetapkan. Evaluasi cenderung untuk mengetahui sejauhmana efektivitas program pendidikan karakter berdasarkan pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Hasil monitoring digunakan sebagai umpan balik untuk menyempurnakan proses pelaksanaan program pendidikan karakter.
Monitoring dan Evaluasi secara umum bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas program pembinaan pendidikan karakter sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Lebih lanjut secara rinci tujuan monitoring dan evaluasi pembentukan karakter adalah sebagai berikut:
1.Melakukan pengamatan dan pembimbingan secara langsung keterlaksanaan program pendidikan karakter di sekolah.
2.Memperoleh gambaran mutu pendidikan karakter di sekolah secara umum.
3.Melihat kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan
program dan mengidentifikasi masalah yang ada, dan selanjutnya mencari solusi yang komprehensif agar program pendidikan karakter dapat tercapai.
4.Mengumpulkan dan menganalisis data yang ditemukan di lapangan untuk menyusun rekomendasi terkait perbaikan pelaksanaan program pendidikan karakter ke depan.
5.Memberikan masukan kepada pihak yang memerlukan untuk bahan pembinaan dan peningkatan kualitas program pembentukan karakter.
6.Mengetahui tingkat keberhasilan implementasi program
pembinaan pendidikan karakter di sekolah.
Tujuan-tujuan Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal mempunyai 6 tujuan., antara lain ( Muhammad,2004,165-168 ) :
a. Menemukan Diri Sendiri
Salah satu tujuan komunikasi interpersonal adalah menemukan personal atau pribadi. Bila individu terlibat dalam pertemuan interpersonal dengan individu lain maka individu tersebut belajar banyak tentang diri sendiri maupun orang lain. Komunikasi interpersonal memberikan kesempatan kepada individu untuk berbicara tentang apa yang disukai, atau mengenai dirinya sendiri. Sangat menarik dan mengasyikkan bila berdiskusi mengenai perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita sendiri. Dengan membicarakan diri sendiri
dengan orang lain, individu memberikan sumber balikan yang luar biasa pada perasaan, pikiran, dan tingkah laku pribadi.
b. Menemukan Dunia Luar
Komunikasi interpersonal menjadikan individu dapat memahami lebih banyak tentang diri sendiri dan orang lain yang berkomunikasi dengannya. Banyak informasi yang seseorang ketahui datang dari komunikasi interpersonal, meskipun banyak jumlah informasi yang datang dari media massa hal itu seringkali didiskusikan dan akhirnya dipelajari atau didalami melalui interaksi interpersonal.
c. Membentuk Dan Menjaga Hubungan Yang Penuh Arti
Salah satu keinginan orang yang paling besar adalah membentuk dan memelihara hubungan dengan orang lain. Banyak waktu dipergunakan dalam komunikasi interpersonal diabadikan untuk membentuk dan menjaga hubungan sosial dengan orang lain.
d. Berubah Sikap dan Tingkah Laku
Banyak waktu dipergunakan untuk mengubah sikap dan tingkah laku orang lain dengan pertemuan interpersonal. Setiap individu boleh memilih cara tertentu, misalnya mencoba diet yang baru, membeli barang tertentu, melihat film, menulis membaca buku, memasuki bidang tertentu dan percaya bahwa sesuatu itu benar atau salah.
e. Untuk Bermain dan Kesenangan
Bermain mencakup semua aktivitas yang mempunyai tujuan utama adalah mencari kesenangan. Berbicara dengan teman mengenai aktivitas pada waktu akhir pekan, berdiskusi mengenai olahraga, menceritakan cerita dan cerita lucu pada umumnya hal itu adalah merupakan pembicaraan yang untuk menghabiskan waktu. Dengan melakukan komunikasi interpersonal semacam itu dapat memberikan keseimbangan yang penting dalam pikiran yang memerlukan rileks dari semua keseriusan di lingkungan.
f. Untuk Membantu
Ahli-ahli kejiwaan, ahli psikologi klinis dan terapi menggunakkan komunikasi interpersonal dalam kegiatan profesional untuk mengarahkan kliennya.
Langganan:
Postingan (Atom)