Sebagai bangsa yang majemuk, bangsa Indonesia harus selalu membina dan membangun kehidupan nasionalnya baik pada aspek politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan dan keamanannya serta selalu mengatasnamakan persatuan dan kesatuan bangsa dan kesatuan wilayahnya. Untuk itu penyelenggaraan dan pembinaan tata kehidupan bangsa dan negara Indonesia disusun atas dasar hubungan timbal balik antara falsafah, cita-cita dan tujuan nasional, serta kondisi sosial budaya dan pengalaman sejarah yang menumbuhkan kesadaran akan kemajemukan dan kebhinnekaan dengan tetp menpertahankan persatuan dan kesatuan nasional.
Gagasan untuk menjamin kesatuan dan persatuan Indonesia tercermin dalam suatu konsep yang dikenal dengan istilah wawasan kebangsaan atau wawasan nasional Indonesia atau wawasan nusantara Indonesia. Dengan demikian wawasan nusantara sebagai landasan geopolitik Indonesia adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia untuk mengenali diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dan tetap menghargai serta menghormati kebhinnekaan dalam setiap aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional.
Wawasan nusantara merupakan geopolitik bangsa Indonesia karena di dalamnya terkandung ajaran yang bersumber dari Pancasila dan dilandasi dengan UUD 1945. Sedangkan cinta tanah air memiliki pengertian bahwa tanah air adalah ruang wilayah negara baik secara geografis (fisik) maupun non-fisik (tata nilai dan tata kehidupan masyarakat) telah memberikan kehidupan dan penghidupan sejak manusia lahir sampai pada akhir hayatnya. Di dalam wawasan nusantara terkandung konsepsi geopolitik yaitu unsur ruang yang kini berkembang tidak saja secara fisik namun dalam arti semu/maya. Para pendiri negara Repulik Indonesia meletakkan dasar-dasar geopolitik Indonesia melalui ikrar Sumpah Pemuda, yaitu satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa. Hakikat yang terkandung dalam isi sumpah pemuda adalah keutuhan ruang hidup dan landasan dasar dari kebangsaan Indonesia. Kebangsaan Indonesia memiliki tiga unsur dari geopolitik, yaitu rasa kebangsaan, paham kebangsaan, dan semangat kebangsaan.
Rasa kebangsaan adalah dorongan emosional yang lahir dalam perasaan setiap warga negara, baik secara perorangan maupun kelompok tanpa memandang kesukuan, ras, agama dan keturunan. Rasa inilah yang menumbuhkan internalisasi satu masyarakat yang didambakan (imagined society) dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menguatnya rasa kebangsaan secara individual dan kelompok menjadi energi dan pengendapan nilai-nilai kebangsaan yang kemudian melahirkan faham dan semangat kebangsaan. Rasa kebangsaan akan tumbuh subur dan berkembag melalui proses sinergi dari berbagai individu yang berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kemudian satu sama lain saling menguatkan dan melahirkan ciri atau identitas bangsa. Keyakinan dan pengakuan terhadap ciri atau identitas bangsa merupakan perwujudan dari rasa kebangsaan itu sendiri.
Rasa kebangsaan dapat menyatukan tekad menjadi bangsa yang kuat, dihormati dan disegani oleh bangsa lain. Paham kebangsaan merupakan perwujudan tentang apa, bagaimana, dan sikap bangsa dalam menghadapi masa depan. Hasil sinergi dari rasa kebangsaan dan faham kebangsaan adalah semangat kebangsaan yang kemudian dikenal dengan faham nasionalisme. Dengan rasa nasionalisme kuat dan mantap, bangsa akan tetap hidup (survive) di tengah-tengah lingkungan masyarakat Internasional.
Penumbuhan rasa kebangsaan dalam kondisi masyarakat bangsa Indonesia yang majemuk yang terlahir dengan kebhinnekaan suku, ras, agama, keturunan dan budaya sebaiknya dilakukan dengan cara-cara yang manusiawi dan bermartabat dalam nuansa yang demokratis melalui pendekatan dialogis. Pendekatan ini bertitik tolak dari kesadaran untuk mengakui, memahami dan menghormati kemajemukan negara-bangsa Indonesia. Langkah seutuhnya kemudian diejawantahkan melalui semangat silih asah, silih asih dan silih asuh (saling mengingatkan, saling mengasihi dan saling tolong menolong).
Wujud dari paham kebangsaan antara lain: 1) Pemahaman dalam diri setiap individu sebagai warga negara Indonesia tentang perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik; 2) Pemahaman yang luas pada individu dan masyarakat tentang perwujudan nusantara sebagai satu kesatuan sosial dan budaya; 3) Pemahaman bahwa kepulauan nusantara merupakan satu kesatuan ekonomi; dan 4) Pemahaman bahwa wilayah kepulauan nusantara merupakan satu kesatuan pertahanan dan keamanan.
Sedangkan wujud semangat kebangsaan bersifat abstrak karena semangat ini timbul melalui proses sosialisasi, penghayatan, aktualisasi, pembudayaan dan pelestarian. Kecintaan tanah air yang dimanifestasikan dalam keragaman bentuknya adalah penegasan konkrit dari tumbuhnya semangat kebangsaan. Semangat kebangsaan dapat dilihat dari sejauh mana manusia senantiasa mengatasnamakan bangsa dan negara pada setiap tindakan konstruktif profesional yang dilakukannya.
Dari gambaran di atas, geopolitik akan berjalan dengan baik jika didukung dengan pemahaman dari wawasan nusantara yang meliputi adanya kesatuan politik, kesatuan ekonomi, kesatuan sosial budaya dan kesatuan pertahanan keamanan.
Pertama, kesatuan politik, memiliki peran yang sangat penting untuk menunjukkan bahwa negara merupakan suatu entity (kesatuan) yang utuh sebagai tanah air. Deklarasi Juanda tanggal 13 Desember 1957 yang kemudian ditindaklanjuti dengan Perpu No. 4 Tahun 1960, menjadikan kesatuan geografi menjadi kesatuan politik dan deklarasi Juanda merupakan cerminan dari bangsa Indonesia yang menghendaki wilayah yang utuh sebagai suatu benua. Konvensi Hukum Laut 1982 di Montego Bay merupkan pengukuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelago state). Doktrin nusantara merupakan suatu upaya untuk meniadakan laut bebas di antara pulau- pulau Indonesia, melainkan laut menjadi pemersatu wilayah dan bukan pemisah dari suatu wilayah di Indonesia. Doktrin nusantara timbul karena adanya kebutuhan akan rasa aman bagi bangsa dan negara Indonesia.
Kedua, kesatuan ekonomi. Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan untuk mengelola sumber daya yang ada di negara Indonesia dengan ruang gerak yang bebas yang dilakukan secara demokratis sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 33 UUD 1945. Demokratis sendiri megandung arti bahwa partisipasi rakyat dalam menentukan keputusan politik dengan cara memberikan otonomi yang luas dan bertanggungjawab kepada daerah dengan tetap berpegangan pada rambu-rambu yang hukum dan kesepakatan bersama. Dengan demikian hasil pengelolaan sumber daya hendaknya dapat di distribusikan secara adil dan merata.
Ketiga, kesatuan sosial budaya. Bangsa Indonesia lahir karena adanya kesepakatan bukan karena atas dasar geografi dan agama. Kesepakatan ini lahir melalui tahap sumpah pemuda dan sidang-sidang BPUPKI. Sidang BPUPKI juga disepakati bahwa berdirinya negara kesatuan bukan negara federal, sedangkan sebagai salah satu pengikat adanya satu bahasa yaitu bahasa Indonesia. Aldous Huxley (Suriasumantri) berpendapat bahwa “Tanpa kemampuan ini manusia tak
mungkin mengembangkan kebudayaannya, sebab tanpa mempunyai bahasa maka hilang pulalah kemampuan meneruskan nilai-nilai budaya dari generasi ke generasi.”
Dalam perjalanan sejarahnya, bahasa Indonesia diwarnai dengan masuknya bahasa daerah lainnya yang menimbulkan akulturasi kebudayaan bagi bangsa Indonesia sangat diperlukan. Akulturasi terjadi karena pada dasarnya kebudayaan tidak pernah memiliki wujud abadi, tetapi terus menerus mengikuti perkembangan zaman. Ki Hajar Dewantara (Pranarka, 1984) menegaskan bahwa “Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai usaha budi rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dan budaya asing yang dapat mengembangkan atau memperkaya kebudayaan sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.
Keempat, kesatuan pertahanan keamanan. Pasal 27 dan Pasal 30 UUD 1945 menggambarkan adanya demokratisasi dalam upaya pembelaan negara. Dari kedua pasal ini jelas bahwa orientasi membela negara dan usaha pertahanan keamanan adalah tanggung jawab seluruh masyarakat Indonesia. Usaha pertahanan keamanan dilakukan melalui sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata) yang memiliki pengertian: 1) bahwa orientasi pada rakyat, dan rasa aman hendaknya diciptakan untuk rakyat; 2) melibatkan secara semesta, berarti bahwa setiap warganegara dan fasilitas digunakan untuk pertahanan dan keamanan; dan 3) diselenggarakan di wilayah nusantara secara kewilayahan dan diharapkan setiap unit wilayah dapat mengalang ketahanan nasional.
0 Komentar
Penulisan markup di komentar