Perjalanan institusionalisasi sistem pemerintahan presidensial di Indonesia dimulai sejak diberlakukannya UUD 1945 sebagai konstitusi negara pada 18 Agustus 1945. Artinya, secara resmi sistem pemerintahan presidensial dilembagakan melalui konstitusi. Tentang perjalanan sistem pemerintahan di Indonesia ini, Hanta Yuda (2010:82) membaginya ke dalam tiga periode, yaitu 1) Orde Lama: Percobaan Presidensialisme; 2) Orde Baru: Presidensialisme tanpa checks and balances; dan 3) Periode Reformasi: Menuju Purifikasi Presidensialisme.
Sistem presidensialisme pada awal kemerdekaan yang diterapkan oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta berlangsung cukup singkat, tidak lebih dari 3 bulan. Sistem pemerintahan dalam masa transisi dari pemerintahan kolonial itu sebetulnya belum mantap, karena Indonesia masih dalam rangka mencari bentuk. Sistem pemerintahan Indonesia saat itu dapat disebut sebagai sistem pemerintahan semipresidensial atau cikal bakal menuju purifikasi sistem presidensial.
Pada awal kemerdekaan, dinamika perjalanan pemerintahan Indonesia lebih diwarnai oleh sistem parlementer. Terlebih sejak dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No. X. Kedudukan Presiden Soekarno sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan berubah fungsi hanya sebagai kepala negara, sedang kepala pemerintahan dipegang oleh seorang perdana menteri. Dengan demikian, maka telah terjadi perubahan fundamental dalam konstruksi politik ketatanegaraan Indonesia, yaitu perubahan dari sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem parlementer.
Pelembagaan sistem parlementer dimulai sejak terbentuknya kabinet parlementer pertama, yaitu Kabinet Syahrir I pada tanggal 14 Desember 1945. Perubahan itu diusulkan oleh Badan Pekerja KNIP. Setelah Kabinet Syahrir, lalu silih berganti kabinet parlementer itu dipimpin perdana menteri.
Sistem parlementer juga diterapkan pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS). Sebagai negara federal, RIS menerapkan sistem pemerintahan dan sistem kabinet parlementer. Begitu pun halnya pada masa diberlakukannya UUDS 1950, sistem pemerintahan yang diterapkan masih bercorak parlementer. DPR pada masa itu dapat memaksa menteri untuk melepaskan jabatannya di kabinet, dan sebagai imbangannya, presiden dapat membubarkan DPR (Hanta Yuda, 2010:85).
Pada masa Orde Baru, terdapat dua ciri institusionalisasi sistem presidensial dalam UUD 1945. Pertama, kedudukan presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Kedua, kekuasaan dan hak prerogatif presiden untuk mengangkat dan memberhentikan anggota kabinet. Namun demikian, corak pemerintahan masa Orde Baru menurut Hanta Yuda (2010:86) dikatakan sebagai sistem semipresidensial dengan beberapa kepincangan.
Kepincangan dalam sistem pemerintahan semipresidensial pada masa Orde Baru adalah (Hanta Yuda, 2010:86-87):
a) Sistem presidensial yang diterapkan tanpa mekanisme checks and balances antara presiden dan parlemen. Presiden menjalankan kekuasannya tanpa dikontrol parlemen. Parlemen hanya menjadi stempel pemerintah dan menjadi alat legitimasi kekuasaan yang sepenuhnya berada di tangan presiden.
b) Masa jabatan presiden bersifat tidak tetap dan tanpa pembatasan.
c) Fungsi wakil presiden yang sangat inferior di hadapan presiden, padahal dalam sistem presidensial posisi wakil presiden cukup kuat, karena jabatan presiden dan wakil presiden merupakan institusi tunggal.
Pada masa reformasi, proses pemurnian sistem presidensial mulai muncul pada masa pemerintahan BJ Habibie yang berlanjut pada masa pemrintahan Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Bahkan pada masa kedua presiden itulah pengokohan sistem presidensial didesain dalam konstitusi melalui amandemen UUD 1945.
Pengokohan sistem presidensial pada masa reformasi ditandai oleh dua hal. Pertama, penguatan fungsi checks and balances antara lembaga legislatif dan eksekutif. Kedua, adanya pembatasan masa jabatan presiden, sebagaimana termuat dalam rumusan pasal 7 UUD 1945 “Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
0 Komentar
Penulisan markup di komentar