Konstitusi negara Indonesia adalah Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Konstitusi itu ditetapkan pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Secara garis besar, sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sampai sekarang, telah berlaku tiga macam undang- undang dasar dalam empat periode, sebagai berikut:
1. UUD 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949), terdiri atas bagian pembukaan, batang tubuh(16 Bab, 37 Pasal, 4 Pasal aturan peralihan, 2 ayat aturan tambahan) dan bagian penjelasan.
2. UUD RIS (27 Desember 1949-17 Agustus 1950), teridri atas 6 Bab, 197
Pasal, dan beberapa bagian.
3. UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 juli 1959), terdiri atas 6 Bab, 146 pasal, dan beberapa bagian.
4. UUD 1945 (5 Juli 1959-sekarang)
Apabila keempat periode tersebut kita hubungkan dengan proses perubahan UUD 1945, maka menurut Jimly Asshiddiqie (2005), bahwa dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia merdeka, tercatat telah beberapa upaya perubahan terhadap UUD 1945, antara lain: 1) pembentukan UUD, 2) penggantian UUD, dan 3) perubahan dalam arti pembaruan UUD.
Pada tahun 1945, Undang-Undang Dasar 1945 dibentuk atau disusun oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai hukum dasar bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kemerdekaannya diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada tahun 1949, ketika bentuk Negara Republik Indonesia diubah menjadi Negara Serikat (Federasi), diadakan penggantian konstitusi dari Undang-Undang Dasar 1945 ke Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949. Demikian pula pada tahun 1950, ketika bentuk Negara Indonesia diubah lagi dari bentuk Negara Serikat menjadi Negara Kesatuan, Konstitusi RIS 1949 diganti dengan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun
1950 (Asshiddiqie, 2005).
Setelah itu, mulailah diadakan usaha untuk menyusun UUD baru sama sekali dengan dibentuknya lembaga Konstituante yang secara khusus ditugaskan untuk menyusun konstitusibaru. Setelah Konstituante terbentuk, diadakanlah persidangan-persidangan yang sangat melelahkan mulai tahun 1956 sampai tahun
1959, dengan maksud menyusun UUD yang bersifat tetap. Akan tetapi, sejarah mencatat bahwa usaha inigagal diselesaikan, sehingga pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan keputusannya yang dikenal dengan sebutan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya antara lain membubarkan Konstituante dan menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 menjadi hukumdasar dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perubahandari UUDS Tahun 1950 ke UUD 1945 ini tidak ubahnya bagaikan tindakan penggantian UUD juga. Karena itu,sampai dengan berlakunya kembali UUD 1945 itu, dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia modern belum pernah terjadi perubahan dalam arti pembaruan UUD, melainkan baru perubahan dalam arti pembentukan, penyusunan, dan penggantian UUD.
Perubahandalam arti pembaruan UUD, baru terjadi setelah bangsa Indonesia memasuki era reformasi pada tahun1998, yaitu setelah Presiden Soeharto berhenti dan digantikan oleh Presiden B.J. Habibie, barulah pada tahun
1999 dapat diadakan Perubahan terhadap UUD 1945 sebagaimana mestinya.
Perubahan Pertama ditetapkan oleh Sidang UmumMajelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 1999, disusul dengan Perubahan Kedua dalam Sidang Tahunan MPR Tahun 2000 dan Perubahan Ketiga dalam Sidang Tahunan MPR Tahun 2001. Pada Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, disahkan pula naskah Perubahan Keempat yang melengkapi naskah-naskah Perubahan sebelumnya, sehingga keseluruhan materi perubahan itu dapat disusun kembali secara lebih utuh dalam satu naskah UUD yang mencakupi keseluruhan hukum dasar yang sistematis dan terpadu.
Kedua bentuk perubahan UUD seperti tersebut, yaitu penggantian dan perubahan pada pokoknya sama-sama merupakan perubahan dalam arti luas. Perubahan dari UUD 1945 ke Konstitusi RIS 1949, dan begitu juga dari UUDS Tahun 1950 ke UUD 1945 adalah contoh tindakan penggantian UUD. Sedangkan perubahan UUD 1945 dengan naskah Perubahan Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat adalah contoh perubahan UUD melalui naskah Perubahan yang tersendiri.
Disamping itu,ada pula bentuk perubahan lain seperti yang biasa dipraktekkan di beberapa negara Eropa, yaitu perubahan yang dilakukan dengan
cara memasukkan (insert) materi baru ke dalam naskah UUD. Cara terakhir ini, boleh jadi, lebih tepat disebut sebagai pembaruan terhadap naskah lama menjadi naskah baru, yaitu setelah diadakan pembaruan dengan memasukkan tambahan materi baru tersebut.
Berkenaan dengan prosedur perubahan UUD, Asshiddiqie (2005) menjelaskan bahwa terdapat tiga tradisi yang berbeda antara satu negara dengan negara lain. Pertama, kelompok negara yang mempunyai kebiasaan mengubah materi UUD dengan langsung memasukkan (insert) materi perubahan itu ke dalam naskah UUD.Dalam kelompok inidapat disebut,misalnya, Republik Perancis, Jerman, Belanda, dan sebagainya. Konstitusi Perancis, misalnya, terakhir kali diubah dengan cara pembaruan yang diadopsikan ke dalam naskah aslinya pada tanggal 8 Juli 1999 lalu, yaitu dengan mencantumkan tambahan ketentuan pada Article 3, Article 4 dan ketentuan baru Article 53-273 naskah asli Konstitusi Perancis yang biasa disebut sebagai Konstitusi Tahun 1958. Sebelum terakhir diamandemen pada tanggal 8 Juli 1999, Konstitusi Tahun 1958 itu juga pernah diubahbeberapa kali, yaitu penambahan ketentuan mengenai pemilihan presiden secara langsung pada tahun 1962, tambahan pasal mengenai pertanggungjawaban tindak pidana oleh pemerintah yaitu pada tahun 1993, dan diadakannya perluasan ketentuan mengenai pelaksanaan referendum, sehingga naskah Konstitusi Perancis menjadi seperti sekarang. Keseluruhan materi perubahan itu langsung dimasukkan ke dalam tekskonstitusi.
Kedua, kelompok negara-negara yang mempunyai kebiasaan mengadakan penggantian naskah UUD. Di lingkungan negara-negara ini,naskah konstitusi sama sekali diganti dengan naskah yang baru, seperti pengalaman Indonesia dengan Konstitusi RIS tahun 1949 dan UUDS Tahun 1950. Pada umumnya, negara-negara demikian ini terhitung sebagai negara yang sistem politiknya belum mapan. Sistem demokrasi yang dibangun masih bersifat jatuh bangun, dan masihbersifat „trial and error‟. Negara-negara miskin dan yang sedang berkembang diAsia dan Afrika, banyakyang dapat dikategorikan masih berada dalam kondisidemikian ini.
Tetapi pada umumnya, tradisi penggantian naskah konstitusiitu tidaklah dianggap ideal. Praktek penggantian konstitusi itu terjadi semata-mata karena keadaan keterpaksaan. Oleh karena itu, kita perlu menyebut secara khusus tradisi yang dikembangkan oleh Amerika Serikat sebagai model ketiga, yaitu perubahankonstitusi melalui naskah yang terpisah dari teks aslinya, yang disebut sebagai amandemen pertama, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Dengan tradisi demikian, naskah asli UUD tetap utuh,tetapi kebutuhan akan perubahan hukum dasar dapat dipenuhi melalui naskah tersendiri yang dijadikan addendum tambahan terhadap naskah asli tersebut.
0 Komentar
Penulisan markup di komentar