Dalam mewujudkan masyarakat sipil (civil society) yang demokratis perlu langkah-langkah berdemensi dekonstroksi yang memberikan harapan bagi rekonstruksi dan revitalisasi kehidupan yang demokratis.Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membangun kehidupan bangsa yang lebih demokratis antara lain:
Pertama dekonstruksi kepemimpinan. Pemimpin selalu identik dengan ketokohan dan bersifat perosnal. Dalam imajinasi kehidupan demokrasi, ada kepercayaan bahwa ada seorang pemimpin yang akan muncul dalam kondisi sesulit apapun dipersonifikasikan sebagai tokoh pembebas semacam "afatar" yang akan mampu mengatasi segala keterpurukan bangsa ini. Namun kenyataannya setelah Suharto tumbang terjadi reformasi, Amin Rais dengan Partai Amanat Nasional (PAN) sebagai lokomotif pembaharuan, Partai Kesejahteraan Sosial (PKS) yangroformis, Golkar baru, Partai Demokrat dengan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) tak mampu membawa bangsa ini ke dalam kehidupan demokratis yang ideal. Bahkan terjadi hal sebaliknya pemerintah melalui aparat keamanan tidak berani menegakkan kehidupan demokrasi membiarkan ormas-ormas keagamaan Islam melakukan kekerasan, dengan sendirinya kendali atas demokrasi hilang. Jafar Umar sebgai pemimpin Fron Pembela Islam (FPI) mengatakan orang murtad, dan orang kafir yang tidak mentaati Syariat Islam halal darahnya ditumpahkan (Kompas Rabu, 30 Agustus 2006: 6 dan Wawancara TVRI dengan Jafar Umar, 2004).
Namun kepemimpinan yang bersumber pada ketokohan personal telah mengalami kegagalan sebagai pemimpin alternatif. Oleh karena itu diperlukan dekonstruksi kepemimpinan atas paradigma kepemimpinan yang telah ada. Bangsa ini harus merekonstruksi ulang dengan menghadirkan kepemimpinan kolektif, yaitu kepemimpinan yang diusung berdasarkan visi kebersamaan untuk kehidupan bangsa yang lebih demokratis.Para pemimpin nasional harus menanggalkan segala atribut ikatan primordial seperti keormasan,keagamaan, kesukuan yang bersifat SARA untuk kepentingan bersama.
Kedua, dekonstruksi kelembagaan demokrasi harus diwujudkan. Oleh karena kelembagaan masih merupakan titik lemah dalam membangun masyarakat adil dan makmur. Lembaga-lembaga yang ada belum mempunyai komitmen untuk mewujudkan demokrasi yang sesungguhnya namun yang terjadi justru sebaliknya untuk melayani diri sendiri dalam bentuk KKN, bukan melayani kepentingan umum (Zuhairi Misrawi, Kompas, 30Agustus 2006: 7).
Ketiga, dekonstruksi kultur demokrasi. Dalam ranah demokrasi budaya yang berkembang masih berlaku sistem feodalis. Elit politik sering bertindak sebagai raja yang ingin dilayani, dihormat, disanjung, ingat imperium Suharto yang menghendaki penguasa tunggal seperti raja-raja Jawa. Kultur semacam ini tidak kondusif untuk kehidupan demokrasi karena kumunikasi hanya satu arah antara atasan dan bawahan. Oleh karena itu ke depan harus dekembangkan kultur demokrasi yang memberi ruang lebih leluasa terutama dalam kultur nilai-nilai egalitarian, demokratis, dan terbuka atau transparan dalam pengelolaan untuk kepentingan publik.
Keempat, dekonstruksi masyarakat sipil yang demokratis. Membangun masyarakat sipil sangat penting sekali, karenea meskipun pemerintah bangkrut masihada masyarakat sipil yang memiliki solidaritas sosial yang kuat. Kedepan masyarakat sipil harus diselamatkan dari kontaminasi kepentingan negara, kooptasi pemerintah maupun ormas-ormas yang cenderung ke arah politik praktis. Ormas agama sudah seharusnya meletakkan nilai-nilai agama sebagai sumber etika untuk mewujudkan civil society, bukan justru untuk kepentingan kekuasaan.
Kelima, perlu dekonstruksi mental demokrasi. Mental demokrasi harus dikembangan pada setiap individu melalui diri sendiri dan disebarkan pada setiap pribadi sebagai mana pendekar demokrasi Amerika (Google Refrensi Demokrasi dalam internet), karena bangsa ini telah kehilangan kepercayaan diri terutama tidak adanya keteladanan dari para pemimpin bangsa. Jalan keluar untuk membangun demokrasi harus ada langkah sinergi seluruh elemen bangsa baik pemerintah, cendekiawan, budayawan, rohaniawan, tokoh masyarakat, media masa bersama-sama mempunyai tekad bulat untuk mewujudkan kehidupan demokrasi ideal yang menjunjung tinggi nilai keadilan, kedamaian, keragaman budaya dan egalitarian.
0 Komentar
Penulisan markup di komentar