Menurut Asshiddiqie, dalam berbagai literatur hukum dan dalam praktik, dikenal adanya tiga
asas kewarganegaraan, masing-masing adalah
ius soli, ius sanguinis, dan
asas campuran. Dari ketiga asas itu, yang dianggap sebagai
asas yang utama ialah
asas ius soli dan ius sanguinis.
Asas ius soli (asas kedaerahan) ialah bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukkanmenurut tempat kelahirannya. Seseorang dianggap berstatus warga negara dari Negara A, karena ia dilahirkan di Negara A tersebut. Sedangkan
asas ius sanguinis dapat disebut sebagai asas keturunan atau asas darah. Menurut prinsip yang terkandung dalam asas kedua ini, kewarganegaraan ditentukkan dari garis keturunan orang yang bersangkutan. Seseorang adalah warga negara A, karena orang tuanya adalah warga negara A. Pada saat sekarang, dimana hubungan antarnegara berkembang semakin mudah dan terbuka, dengan sarana transportasi, perhubungan, dan komunikasi yang sudah sedemikian majunya, tidak sulit bagi setiap orang untuk bepergian ke mana saja. Oleh karena itu, banyak terjadi bahwa seseorang warga negara dari Negara A berdomisili di negara B. Kadang-kadang orang tersebut melahirkan anak di negara tempat dia berdomisili. Dalam kasus demikian, jika yang diterapkan adalah
asas ius soli, maka akibatnya anak tersebut menjadi warga negara dari negara tempat domisilinya itu, dan dengan demikian putuslahhubungannya dengan negara asal orang tuanya. Karena alasan-alasan itulah maka dewasa ini banyak negara yang telah meninggalkan penerapan
asas ius soli, dan berubah menganut
asas ius sanguinis.
Dianutnya
asas ius sanguinis ini besar manfaatnya bagi negara-negara yang berdampingan dengan negara lain (neighboring countries) yang dibatasi oleh laut seperti negara-negara Eropa Kontinental. Di negara-negara demikaian ini, setiap orang dapat dengan mudah berpindah-pindah tempat tinggal kapan saja menurut kebutuhan. Dengan
asas ius sanguinis, anak-anak yang dilahirkan di negara lain akan tetap menjadi warga negara dari negara asal orang tuanya. Hubungan antara negara dan warga negaranya yang baru lahir tidak terputus selama orang tuanya masih tetap menganut kewarganegaraan dari negara asalnya. Sebaliknya, bagi negara-negara yang sebagian terbesar penduduknya berasal dari kaum imigran, seperti Amerika Serikat, Australia, dan Kanada, untuk tahap pertama tentu akan terasa lebihmenguntungkan apabila menganut apabila menganut
asas ius soli ini, bukan asas ius sangunis. Dengan lahirnya anak-anak dari para imigran di negara-negara tersebut akan menjadi putuslahhubungannya dengan negara asal orang tuanya. Oleh karena itu, Amerika Serikat menganut asasius soli ini, sehingga banyak mahasiswa Indonesia yang berdomisili di Amerika Serikat, apabila melahirkan anak, maka anaknya otomatis mendapatkan status sebagai warga negara Amerika Serikat.
Sehubunga denga kedua asas tersebut, setiap negara bebas memilih asas mana yang hendak dipakai dalam rangka kebijakan kewarganegaraan untuk menentukan siapa saja yang diterima sebagai warga negara dan siapa yang bukan warga negara, Setiap negara mempunyai kepentingan sendiri-sendiri berdasarkan latar belakang sejarah yang tersendiri pula, sehingga tidak semua negara
menganggap bahwa asas yang satu lebih baik daripada asas yang lain. Dapat saja terjadi, di suatu negara, yang dinilai lebih menguntungkan adalah
asas ius soli, tetapi di negara yang lain justru
asas ius sanguinis yang dianggap lebih menguntungkan. Bahkan dalam perkembangan di kemudian hari, timbul pula kebutuhan baru berdasarkan pengalaman di berbagai negara bahwa kedua
asas tersebut harus diubah dengan asas yang lain atau harus diterapkan secara bersamaan untuk mencegah kemungkinan terjadinya keadaan double-citizenship atau
dwi-kewarganegaraan(bipatride).
Namun demikian, dalam praktik, ada pula negara yang justru menganut kedua-duanya, karena pertimbangan lebih menguntungkan bagi kepentingan negara yang bersangkutan. Misalnya, India dan Pakistan temasuk negara yang sangat menikmati kebijakan yang mereka terapkan dengan sistem
dwi- kewarganegaraan.Sistem yang terakhir inilah yang biasa dinamakan sebagai asas campuran. Asas yang bersifat campuran, sehingga dapat menyebabkan terjadinya apatride atau bripatride. Dalam hal demikian, yang ditoleransi biasanya adalah keadaan bipatride, yaitu keadaan
dwi kewarganegaraan.
Bagaimana dengan Indonesia? Dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia,
asas-asas yang dipakai dalam
kewarganegaraan Indonesia meliputi:
a. Asas ius sanguinis, yaitu asas yang menentukan
kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan bukan negara tempat kelahiran;
b. Asas ius soli secara terbatas, yaitu asas yang menentukan
kewarganegaraan berdasarkan Negara tempat kelahiran, yang diperuntukkan terbatas bagi anak-anak sesuai dengana ketentuan yang diatur dalam undang-undang;
c. Asas kewarganegaraan tunggal, yaitu asas yang menentukan satu
kewarganegaraan bagi setiap orang;
d. Asas kewarganegaraan ganda terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraanganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diaturdalam undang-undang ini.
Share this :
0 Komentar
Penulisan markup di komentar